Kementan Dorong Pengembangan Budidaya Padi Biosalin
Pilarpertanian - Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki banyak wilayah pesisir yang sulit ditanami terutama oleh komoditas padi karena memiliki salinititas tinggi. Sehingga dibutuhkan kehadiran padi yang memiliki daya adaptasi untuk tumbuh pada wilayah pesisir yang memiliki salinitas tinggi. Hal tersebut terungkap dalam Bimtek Propaktani Episode 1040 berjudul “Pengembangan Budidaya Padi Biosalin” (Rabu/08-11-2023).
Lalu Muhammad Zarwazi dari BSIP Padi memaparkan sejumlah varietas padi biosalin yang memiliki toleransi salinitas tinggi dan produksi hasil yang tinggi. “Ada sejumlah varietas padi biosalin antara lain biosaline 1 agritan dengan potensi hasil 8,75 ton/ha dan biosaline 2 agritan yang memiliki potensi hasil mencapai 9,09 ton/ha dengan umur ultra genjah”, ujar Lalu.
Syahrizal Muttakin dari BSIP Biogen mengungkapkan varietas padi toleran cekaman seperti salinitas merupakan solusi terhadap lahan-lahan sawah di pesisir yang terkena intrusi air laut. “Luas lahan yang terkena intrusi laut sejauh ini belum terinventarisasi dan terpetakan, akan tetapi dampak dari salinitas mulai dirasakan oleh petani. Pada tanaman padi efek salinitas seperti kekeringan dan keracunan ion dapat ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan, berkurangnya anakan, hingga akhirnya akan menurunkan produksi gabah yang dapat mencapai 50%. Salah satu penyelesaian masalah salinitas antara lain menggunakan pendekatan varietas toleran salinitas dengan potensi hasil tinggi”, sebut Syahrizal.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten H. Agus M. Tauchid menjelaskan bahwa daerahnya memiliki potensi lahan salin yang luas untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan persawahan. “Untuk meningkatkan produksi padi provinsi Banten dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain dengan pemanfaatan lahan marginal, khususnya lahan salin di sepanjang pantai dan dengan penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi toleran salinitas”, ungkap H. Agus.
“Sejumlah program telah kami siapkan terkait pemanfaatan lahan salin untuk peningkatan produksi pangan strategis (padi, jagung, dan kedelai) yaitu mengoptimalkan lahan-lahan marginal/salin di pesisir pantai utara Selatan Banten, penggunaan padi yang toleran terhadap salin, mengoptimalkan produksi di lahan dari IP 100 menjadi IP 200, membangun sumur-sumur di lahan salin, pompanisasi di air payau/asin di sekitar pesisir pantai, dan mengurangi tingkat pemakaian pupuk anorganik (urea). Di Banten, kami memiliki potensi lahan salin yang berada di sekitar pesisir pantai lebih dari 60 ribu hektar”, tandas H. Agus.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi pada keynote speech-nya mendorong pemanfaatan lahan salin untuk budidaya padi biosalin. “Potensi lahan salin untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di Indonesia sangatlah besar. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan siap mendukung benih-benih yang tahan salinitas. Jangan sampai lahan-lahan salin dibiarkan menganggur. Kami sudah berkoordinasi dengan Direktur dan para Kadistan untuk mendata lokasinya dan mengejar CPCL (calon petani calon lokasi) untuk dapat dieksekusi kegiatan budidaya padi biosalin pada awal tahun 2024”, jelas Suwandi.
“Sesuai arahan Menteri Pertanian Amran Sulaiman agar fokus peningkatan produksi salah satunya komoditas padi, produktivitas dan kualitas hasil guna mensejahterakan petani”, tegas Suwandi.
Sebagai informasi KSA BPS bahwa luas panen padi tahun 2023 diperkirakan 10,20 juta hektar dengan produksi 53,63 juta ton GKG atau setara 30,90 juta ton beras.(BB)
Sumber berita: Pilar Pertanian